Total Tayangan Halaman

Rabu, 12 Januari 2011

Budidaya Kubis



PENDAHULUAN
Sampai saat ini, tingkat produksi tanaman kubis baik secara kuantitas maupun kualitas masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena tanah sudah miskin unsur hara, pemupukan yang tidak berimbang, organisme pengganggu tanaman, cuaca dan iklim.
Untuk itu, PT. Natural Nusantara sebagai perusahaan yang peduli terhadap permasalahan pertanian dan kelestarian lingkungan berupaya membantu petani dalam peningkatan produksi secara kuantitas dan kualitas serta memelihara kelestarian lingkungan (3 - K). Sehingga petani mampu bersaing di era pasar bebas.

FASE PRA TANAM
1. Syarat tumbuh
- Tanaman dapat ditanam sepanjang tahun
- Tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian 800 m d.pl. ke atas, curah hujan hujan cukup dan temperatur udara 15o - 20o C.
- Jenis tanah yang dikehendaki gembur, bertekstur ringan atau sarang serta pH 6 - 6,5.

2. Pengelolaan Tanah dan Air
- Bersihkan gulma dan sisa-sisa tanaman untuk menekan serangan penyakit terbawa tanah seperti akar bengkak, busuk lunak, rebah semai, dll. dengan cara dicabut dan dikumpulkan lalu dibakar atau bisa dijadikan kompos
- Jangan menanam tanaman kubis-kubisan secara terus menerus dan lakukan pergiliran tanaman
- Gunakan pupuk organik (SUPER NASA), khususnya di musim kemarau untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air

3. Persiapan Lahan
- Lahan dicangkul dan dibajak sedalam 20-30 cm
- Berikan Dolomit atau CAPTAN kira-kira 2 ton/ha jika pH <>FASE PERSEMAIAN
- Media persemaian terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang (kompos) halus dengan perbandingan 1:1 dan ditambah 100 gr (1 sachet)- - - Natural GLIO untuk 25 kg pupuk kandang
- Benih direndam dalam air hangat + POC NASA dosis 2 cc/lt air selama 0,5 - 1 jam lalu diangin-anginkan
- Sebarkan benih secara merata dan teratur lalu ditutup daun pisang selama 3-4 hari
- Semprotkan POC NASA seminggu sekali dengan dosis 3 tutup/tangki
- Lakukan penyiraman setiap hari dengan gembor
- Persemaian dibuka setiap pagi sampai jam 10.00 dan sore mulai pukul 15.00
- Amati bibit kubis yang terserang penyakit tepung berbulu (Peronospora parasitica) atau ulat daun pada daun pertama, dipetik dan dibuang daun yang terserang

FASE TANAM
1. Jarak tanam
Jarak tanam jarang 70 x 50 cm atau jarak tanam rapat 60 x 50 cm

2. Bibit
Bibit yang telah berumur 3 - 4 minggu memiliki 4 - 5 daun siap ditanam

3. Pemupukan
Pupuk dasar diberikan sehari sebelum tanam dengan dosis 250 kg/ha TSP, 50 kg/ha Urea, 175 kg/ha ZA dan 100 kg/ha KCl.
Pupuk dasar dicampur secara merata lalu diberikan pada lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang, kemudian ditutup kembali dengan tanah.

4. Cara tanam
- Buat lubang tanam dengan tugal sesuai jarak tanam
- Pilih bibit yang segar dan sehat
- Tanam bibit pada lubang tanam
- Bila bibit disemai pada bumbung daun pisang langsung ditanam bersama bumbungnya
- Bila bibit disemai pada polybag plastik, keuarkan bibit dari polibag lalu baru ditanam
- Bila disemai dalam bedengan ambil bibit beserta tanahnya sekitar 2-3 cm dari batang sedalam 5 cm dengan solet (sistem putaran)
- Setelah ditanam, siram bibit dengan air sampai basah
- Kubis dapat ditumpangsarikan dengan tomat dengan cara tanam : 2 baris kubis 1 baris tomat. Tomat ditanam 3 atau 4 minggu sebelum kubis

FASE PRA PEMBENTUKAN KROP (0 - 49 HARI )
- Penyiraman dilakukan tiap hari pada pagi atau sore hari
- Pemupukan susulan dilakukan pada umur 28 hari dengan dosis 50 kg/ha Urea, 175 kg/ha ZA dan 100 kg/ha KCl
- Penyemprotan POC NASA 3 - 4 tutup/tangki ditambah HORMONIK 1-2 tutup/tangki dilakukan setiap 1 minggu sekali.
- Penyiangan (penggemburan dan pembubunan tanah) dilakukan pada umur 2 dan 4 minggu
- Perempelan cabang atau tunas-tunas samping dilakukan seawal mungkin supaya pembentukan bunga optimal
- Hama yang menyerang pada fase ini antara lain Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn.), Ulat daun kubis (Plutella xylostella L.), Ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.), Ulat krop bergaris (Hellula undalis F.)
- Lakukan pengamatan tiap minggu sekali terhadap hama-hama tersebut mulai kubis umur 13 hari. Populasi tertinggi terjadi pada awal musim kemarau
- Cara pengendalian; kumpulkan dan musnah secara mekanik, sanitasi lingkungan.
- Tanaman muda yang mati karena penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia solani Kuhn.) dicabut, kemudian disulam dengan tanaman baru yang sehat, tambahkan Natural GLIO pada lubang tanam.

FASE PEMBENTUKAN CROP ( 50 - 90 HARI )
- Penyiangan secara manual dengan tangan perlu dilakukan sampai kira-kira satu minggu sebelum panen
- Lakukan pengamatan lebih intensif terhadap hama yang merusak berat pada fase ini yaitu; Ulat Daun Kubis (P. xylostella) dan Ulat krop kubis (C. binotalis), biasanya Pebruari Maret
- Serangan hama menjelang panen tidak perlu dikendalikan (secara kimia)

PANEN DAN PASCA PANEN
- Kubis dipanen setelah berumur 81- 105 hari
- Ciri-ciri kubis siap panen bila tepi daun krop terluar pada bagian atas krop sudah melengkung ke luar dan berwarna agak ungu, krop bagian dalam sudah padat.
- Pada saat panen diikursertakan dua helai daun hijau untuk melindungi krop
- Jangan sampai terjadi memar atau luka
- Amati penyakit Busuk Lunak (Erwinia carotovora) dan Busuk Hitam (Xanthomonas camprestris)
- Daun-daun kubis yang terinfeksi harus dibuang.

Budidaya Kentang


PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K).

SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.

2.2. Media Tanam
Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,8-7,0.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
- Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam.
- Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).

3.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
Natural Glio yang sudah terlebih dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu, ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk kandang/1000 m2).

3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Pemupukan Dasar
a. Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha).
b. Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secukupnya secara merata di atas bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA dengan cara :
alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk menyiram 10 meter bedengan.
Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian pupuk kandang.
c. Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam) satu minggu sebelum tanam,

3.3.2. Cara Penanaman
Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni).

3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penyulaman
Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh.

3.4.2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan pemupukan susulan dan penggemburan.

3.4.3. Pemangkasan Bunga
Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara.

3.4.4. Pemupukan Susulan
a. Pupuk Makro
Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha dan 45 hst 150 kg/ha.
SP-36: 21 hst 250 kg/ha.
KCl: 21 hst 150 kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha.
Pupuk makro diberikan jarak 10 cm dari batang tanaman.
b. POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu.
Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4 tutup/tangki atau 1 botol (500 cc)/ drum 200 lt air.
Alternatif II : 5 - 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6 tutup/tangki atau 1,5 botol (750 cc)/ drum 200 lt air.
c. HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal jika dicampur HORMONIK (dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3 botol/drum 200 liter air).

3.4.5. Pengairan
Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power Sprayer atau dengan mengairi selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1. Hama

Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) memangkas daun yang telah ditempeli telur; (2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan.

Kutu daun (Aphis Sp)
Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus. Pengendalian: memotong dan membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona atau BVR.

Orong-orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: Pengocoran Pestona.

Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)
Gejala: daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti benang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian : Pengocoran Pestona.

Hama trip ( Thrips tabaci )
Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1) memangkas bagian daun yang terserang; (2) mengunakan Pestona atau BVR.

3.5.2. Penyakit
Penyakit busuk daun 
Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah hingga warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati. Pengendalian: sanitasi kebun. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit layu bakteri
Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: sanitasi kebun, pergiliran tanaman. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit busuk umbi 
Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu dan kering. Bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat. Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman , sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam

Penyakit fusarium 
Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: menghindari terjadinya luka pada saat penyiangan dan pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit bercak kering (Early Blight) 
Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang di daerah kering. Gejala: daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras. Pengendalian: pergiliran tanaman. Pencegahan : Natural Glio sebelum/awal tanam

Penyakit karena virus
Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S (PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A. gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda. Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan melakukan pergiliran tanaman.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. 

3.6. Panen
Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari.

Cara Budidaya Semangka


I. PENDAHULUAN
Tingkat dan kualitas produksi semangka di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena tanah yang keras, miskin unsur hara dan hormon, pemupukan yang tidak berimbang, serangan hama dan penyakit tanaman, pengaruh cuaca /iklim, serta teknis budidaya petani.
PT. Natural Nusantara berupaya membantu petani dalam peningkatan produksi secara Kuantitas dan Kualitas dengan tetap memelihara Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).

II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Curah hujan ideal 40-50 mm/bulan. Seluruh areal pertanaman perlu sinar matahari sejak terbit sampai tenggelam. Suhu optimal ± 250 C. Semangka cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl.

2.2. Media Tanam
Kondisi tanah cukup gembur, kaya bahan organik, bukan tanah asam dan tanah kebun/persawahan yang telah dikeringkan. Cocok pada jenis tanah geluh berpasir. Keasaman tanah (pH) 6 - 6,7.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyiapan Media Semai

- Siapkan Natural GLIO : 1-2 kemasan Natural GLIO dicampur dengan 25-50 kg pupuk kandang untuk lahan 1000 m2. Diamkan + 1 minggu di tempat teduh dengan selalu menjaga kelembabannya dan sesekali diaduk (dibalik).
- Campurkan tanah halus (telah diayak) 2 bagian atau 2 ember (volume 10 lt), pupuk kandang matang yang telah diayak halus sebanyak 1 bagian atau 1 ember, TSP (± 50 gr) yang dilarutkan dalam 2 tutup POC NASA, dan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang (1-3 kg) .Masukkan media semai ke dalam polybag kecil 8x10 cm sampai terisi hingga 90%.

3.1.2. Teknik Perkecambahan Benih
Benih dimasukkan ke dalam kain lalu diikat, kemudian direndam dalam ramuan : 1 liter air hangat suhu 20-250C + 1 sendok POC NASA (direndam 8-12 jam). Benih dalam ikatan diambil, dibungkus koran kemudian diperam 1-2 hari. Jika ada yang berkecambah diambil untuk disemaikan dan jika kering tambah air dan dibungkus kain kemudian dimasukkan koran lagi.

3.1.3. Semai Benih dan Pemeliharaan Bibit
- Media semai disiram air bersih secukupnya. Benih terpilih yang calon akarnya sudah sepanjang 2-3 mm, langsung disemai dalam polybag sedalam 1-1,5 cm.
- Kantong persemaian diletakkan berderet agar terkena sinar matahari penuh. Diberi perlindungan plastik transparan, salah satu ujung/pinggirnya terbuka.
- Semprotkan POC NASA untuk memacu perkembangan bibit, dilakukan rutin setiap 3 - 4 hari sekali. Penyiraman 1-2 kali sehari. Pada umur 12-14 hari bibit siap ditanam.

3.2. Pengolahan Media Tanam
3.2.1. Pembukaan Lahan
Pembajakan sedalam + 30 cm, dihaluskan dan diratakan. Bersihkan lahan dari sisa-sisa perakaran dan batu.

3.2.2. Pembentukan Bedengan
Lebar bedengan 6-8 m, tinggi bedengan minimum 20 cm.

3.2.3. Pengapuran
Penggunaan kapur per 1000 m2 pada pH tanah 4-5 diperlukan 150-200 kg dolomit , pH 5-6 dibutuhkan 75-150 kg dolomit dan pH >6 dibutuhkan dolomit sebanyak 50 kg.

3.2.4. Pemupukan Dasar
a. Pupuk kandang 600 kg/ha, diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih seminggu sebelum tanam.
b. Pupuk anorganik berupa TSP (200 kg/ha), ZA (140 kg/ha) dan KCl (130 kg/ha).
c. Siramkan POC NASA yang telah dicampur air secukupnya diatas bedengan dengan dosis + 1-2 botol/1000 m2. Hasil akan lebih bagus jika POC NASA digantikan SUPER NASA, dosis 1-2 botol/1000 m2 dengan cara :
Alternatif 1 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
Alternatif 2 : setiap 1 gembor volume 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPER NASA untuk menyiram + 10 meter bedengan.

3.2.5. Lain-lain
Bedengan perlu disiangi, disiram dan diberi plastik mulsa dengan lebar 110-150 cm agar menghambat penguapan air dan tumbuhnya tanaman liar. Di atas mulsa dilapisi jerami kering setebal 2-3 cm untuk perambatan semangka dan peletakan buah.

3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Pembuatan Lubang Tanaman
Dilakukan Satu minggu sebelum penanaman dengan kedalaman 8-10 cm. Berjarak 20-30 cm dari tepi bedengan dengan jarak antara lubang sekitar 90-100 cm.

3.3.2. Waktu Penanaman
Penanaman sebaiknya pagi atau sore hari kemudian bibit disiram hingga cukup basah.

3.4. Pemeliharaan Tanaman
3.4.1. Penyulaman
Sebaiknya dilakukan 3 - 5 hari setelah tanam.

3.4.2. Penyiangan
Tanaman semangka cukup mempunyai dua buah saja, dengan pengaturan cabang primer yang cenderung banyak. Dipelihara 2-3 cabang tanpa memotong ranting sekunder. Perlu penyiangan pada ranting yang tidak berguna, ujung cabang sekunder dipangkas dan disisakan 2 helai daun. Cabang sekunder yang tumbuh pada ruas yang ada buah dipotong karena mengganggu pertumbuhan buah.

3.4.3. Perempelan
Dilakukan perempelan tunas-tunas muda yang tidak berguna karena mempengaruhi pertumbuhan pohon/buah semangka yang sedang berkembang.

3.4.4. Pengairan dan Penyiraman
Pengairan melalui saluran diantara bedengan atau digembor dengan interval 4-6 hari. Volume pengairan tidak boleh berlebihan.

3.4.5. Pemupukan

Waktu

Dosis Pupuk Makro (kg/ ha)

ZA

TSP

KCl

Susulan I (3 hari)

40

-

40

Susulan II Daun 4-6 helai

120

85

80

Susulan III Batang 45–55 cm

170

-

30

Susulan IV Tanaman bunga

130

-

30

Susulan V Buah masih pentil

80

-

30

POC NASA ( per ha )
Mulai umur 1 minggu – 6 atau 7 minggu


POC NASA disemprotkan ke tanamanalternatif 1: 6-7 kali ( interval 1 minggu sekali) dgn dosis 4 tutup botol/ tangki
alternatif 2: 4 kali (interval 2 minggu sekali ) dgn dosis 6 tutup botol/ tangki
3.4.6. Waktu Penyemprotan HORMONIK
Semprotkan HORMONIK sejenis ZPT/hormon alami. Dosis HORMONIK : 1-2 cc/lt air atau 1-2 tutup HORMONIK + 3-4 tutup POC NASA setiap tangki semprot. Penyemprotan pada umur 21 - 70 hari, interval 7 hari sekali.

3.4.7. Pemeliharaan Lain
Pilih buah yang cukup besar, terletak antara 1,0-1,5 m dari perakaran tanaman, bentuk baik dan tidak cacat. Setiap tanaman diperlukan calon buah 1-2 buah, sisanya di pangkas. Semenjak calon buah ± 2 kg sering dibalik guna menghindari warna yang kurang baik akibat ketidakmerataan terkena sinar matahari.

3.5. Hama dan Penyakit
3.5.1 Hama
a. Thrips
Berukuran kecil ramping, warna kuning pucat kehitaman, mempunyai sungut badan beruas-ruas. Cara penularan secara mengembara dimalam hari, menetap dan berkembang biak. Pengendalian: semprotkan Natural BVR atau Pestona.

b. Ulat Perusak Daun
Berwarna hijau dengan garis hitam/berwarna hijau bergaris kuning, gejala : daun dimakan sampai tinggal lapisan lilinnya dan terlihat dari jauh seperti berlubang. Pengendalian: dilakukan penyemprotan Natural Vitura atau Pestona.

c. Tungau
Binatang kecil berwarna merah agak kekuningan/kehijauan berukuran kecil mengisap cairan tanaman. Tandanya, tampak jaring-jaring sarang binatang ini di bawah permukaan daun, warna dedaunan akan pucat. Pengendalian: semprot Natural BVR atau Pestona.

d. Ulat Tanah
Berwarna hitam berbintik-bintik/bergaris-garis, panjang tubuh 2-5 cm, aktif merusak dan bergerak pada malam hari. Menyerang daun, terutama tunas-tunas muda, ulat dewasa memangsa pangkal tanaman. Pengendalian: (1) penanaman secara serempak pada daerah yang berdekatan untuk memutus siklus hidup hama dan pemberantasan sarang ngengat disekitarnya; (2) pengendalian dengan penyemprotan Natural Vitura/Virexi atau Pestona.

e. Lalat Buah
Ciri-ciri mempunyai sayap yang transparan berwarna kuning dengan bercak-bercak dan mempunyai belalai. Tanda-tanda serangan : terdapat bekas luka pada kulit buah (seperti tusukan belalai), daging buah beraroma sedikit masam dan terlihat memar. Pengendalian : membersihkan lingkungan, tanah bekas hama dibalikan dengan dibajak/dicangkul, pemasangan perangkap lalat buah dan semprot Pestona.

3.5.2. Penyakit
a. Layu Fusarium
Penyebab: lingkungan/situasi yang memungkinkan tumbuh jamur (hawa yang terlalu lembab). Gejala: timbul kebusukan pada tanaman yang tadinya lebat dan subur. Pengendalian: (1) dengan pergiliran masa tanam dan menjaga kondisi lingkungan, menanam pada areal baru yang belum ditanami, (2) pemberian Natural GLIO sebelum atau pada saat tanam.

b. Bercak Daun
Penyebab: spora bibit penyakit terbawa angin dari tanaman lain yang terserang. Gejala: permukaan daun terdapat bercak-bercak kuning dan selanjutnya menjadi coklat akhirnya mengering dan mati, atau terdapat rumbai-rumbai halus berwarna abu-abu/ungu. Pengendalian: seperti pada penyakit layu fusarium.

c. Antraknosa
Penyebab: seperti penyakit layu fusarium. Gejala: daun terlihat bercak-bercak coklat yang akhirnya berubah warna kemerahan dan akhirnya daun mati. Bila menyerang buah, tampak bulatan berwarna merah jambu yang lama kelamaan semakin meluas. Pengendalian: seperti pengendalian penyakit layu fusarium.

d. Busuk Semai
Menyerang pada benih yang sedang disemaikan. Gejala: batang bibit berwarna coklat, merambat dan rebah kemudian mati. Pengendalian: pemberian Natural GLIO sebelum penyemaian di media semai.

e. Busuk Buah
Penyebab: jamur/bakteri patogen yang menginfeksi buah menjelang masak dan aktif setelah buah mulai dipetik. Pengendalian: hindari dan cegah terjadinya kerusakan kulit buah, baik selama pengangkutan maupun penyimpanan, pemetikan buah dilakukan pada waktu siang hari tidak berawan/hujan.

f. Karat Daun
Penyebab: virus yang terbawa oleh hama tanaman yang berkembang pada daun tanaman. Gejala: daun melepuh, belang-belang, cenderung berubah bentuk, tanaman kerdil dan timbul rekahan membujur pada batang. Pengendalian: sama seperti penyakit layu fusarium.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia. Agar penyemprotan pestisida kimia dapat merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810 dengan dosis + 5 ml ( 1/2 tutup)/tangki.

3.6. Panen
3.6.1.Ciri dan Umur Panen
Umur panen setelah 70-100 hari setelah penanaman. Ciri-cirinya: terjadi perubahan warna buah, dan batang buah mulai mengecil maka buah tersebut bisa dipetik (dipanen).

3.6.2.Cara Panen
Pemetikan buah sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah sehingga buah dalam kondisi kering permukaan kulitnya, dan tahan selama dalam penyimpananan ataupun ditangan para pengecer. Sebaiknya pemotongan buah semangka dilakukan beserta tangkainya.

Pertanian Organik di Jepang


Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa ‘tradisional’nya?  Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!
Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.
Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buat dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.
Hasil pertanian segar
Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.
Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’.
Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.
Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.
Bantuan Pemerintah
Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.
Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

Rabu, 29 Desember 2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penyimpanan merupakan tahap pasca panen yang penting. Pada tahap ini akan mengalami perubahan kualitas dan kuantitas yang dipengaruhi oleh fasilitas penyimpanan serta hama gudang. Hama adalah organisme yang berbentuk hewan yang mengganggu atau merusak tanaman, hewan atau benda yang kita miliki secara ekonomis, salah satunya adalah hama gudang.
Hama gudang mempunyai sifat yang khusus yang berlainan dengan hama-hama yang menyerang dilapangan, hal ini sangat berkaitan dengan ruang lingkup hidupnya yang terbatas yang tentunya memberikan pengaruh faktor luar yang terbatas pula. Walaupun hama gudang (produk dalam simpanan) ini hidupnya dalam ruang lingkup yang terbatas, karena ternyata tidak sedikit pula Janis dan spesiesnya, yang masing-masing memiliki sifat sendiri, klasifikasi atau penggolongan hama yang menyerang produk dalam gudang untuk lebih mengenalnya dan lebih mudah mempelajarinya telah dilakukan oleh para ahli taxonomi.
Yang dimaksud dengan klasifikasi atau penggolongan ialah pengaturan individu dalam kelompok, penyusunan kelompok dalam suatu sistem, data individu dan kelompok menentukan hama itu dalam sistem tersebut. Letak hama hama dalam sistem sudah memperlihatkan sifatnya. Umumnya hama gudang yang sering dijumpai adalah dari golongan Coleoptera, misalnya Tribolium castaneum, Sitophilus oryzae, Callocobruchus sp. , dll.
1.2. Tinjauan Pustaka
Hama merupakan semua binatang yang aktifitasnya menimbulkan kerusakan pada tanaman dan menimbulkan kerugian secara ekonomis. Salah satu jenis hama yangmenyerang tanaman adalah hama jenis serangga (Insekta). Jenis hama serangga tidak hanya dijumpai di ladang ataupun di sawah, akan tetapi hama serangga dapat pula di jumpai pada bahan-bahan simpanan di gudang (Nyoman I, 2005).
Hama pascapanen adalah organisme-osrganisme yang merusak hasil pertanian baik yang telah dipanen atau lewat masa panen. Kerusakan adalah berhubungan dengan kondisi produk yang menunjukkan adanya habitat serangga, bekas makanan seperti berlubang, alur gerekan dan lain-lain (Anonim, 1998). Sedangkan kehilangan adalah akibat adanya aktifitas serangga (termakan) sehingga akan mengurangi jumlah material yang disimpan (Kartasapoetra, 1991)
Produk pasca penen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsumen. Produk dalam simpanan ini tidak terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan serangga hama. Hama yang menyerang komoditas simpanan (hama gudang) mempunyai sifat khusus yang berlainan dengan hama yang menyerang tanaman ketika di lapang. Menyerang produk yang baru saja dipanen melainkan juga produk industri hasil pertanian. Produk tanaman yangdisimpan dalam gudang yang sering terserang hama tidak hanya terbatas Hama yang terdapat dalam gudang tidak hanya pada produk bebijian saja melainkan produk yang berupa dedaunan (teh, kumis kucing, dan lain sebagainya) dan kekayuan atau kulit kayu misalnya kayumanis, kulit kina, dan lainnya (Wagianto, 2008).
1.3 Tujuan
  • Tujuannya adalah untuk mengetahui hama Sitophilus oryzae  yang menyerang pada bahan-bahan simpanan di gudang dan mengetahui ciri-ciri morfologi serta gejala serangan yang ditimbulkannya.
  • Dapat mengetahui secara jelas bagian-bagian morfologi dan gejala serangan serta pengendalian dari jenis hama gudang Sitophilus oryzae .
  • Untuk memenuhi salah satu tugas Dasar dasar Perlindungan Tanaman.






BAB II
ISI dan PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Penjelasan Hama Gudang
.Produk pasca penen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsumen. Produk dalam simpanan ini tidak terlepas dari masalah organisme pengganggu tumbuhan terutama dari golongan serangga hama. 
Hama Gudang adalah hama yang menyerang komoditas simpanan mempunyai sifat khusus yang berlainan dengan hama yang menyerang tanaman ketika di lapang. Menyerang produk yang baru saja dipanen melainkan juga produk industri hasil pertanian. Produk tanaman yangdisimpan dalam gudang yang sering terserang hama tidak hanya terbatas Hama yang terdapat dalam gudang tidak hanya pada produk bebijian saja melainkan produk yang berupa dedaunan (teh, kumis kucing, dan lain sebagainya) dan kekayuan atau kulit kayu misalnya kayumanis, kulit kina, dan lainnya (Wagianto, 2008).
Perubahan kualitas terjadi secara berangsur-angsur dalam penyimpanan biji adalah hasil interaksi kompleks dalam sistem ekologi yang kompleks. Perubahan kualitas ini dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori : (1) Kondisi awal biji ketika biji dikirim ke penyimpanan. (2) Kondisi penyimpanan antara panen dan prosesing awal. (3) Teknik penanganan dan perlakuan pada sejumlah biji yang disebut Alur Teknik Penyimpanan. (4) Faktor deteorisasi biologi terutama oleh adanya cendawan dan hama-hama invertebrata (serangga dan tungau) (Fleurat – Lessard, 2002).
Menurut (Kartasapoetra, 1991). Secara umum, faktor yang mempengaruhi perkembangan dari hama pascapanen dibagi ke dalam 2 faktor :
1. Faktor luar (Eksternal) : terdiri dari iklim, makanan, musuh alami, dan manusia
2. Faktor dalam (Internal); lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik hama itu sendiri.
Sifat struktur penyimpanan secara umum adalah kondisinya yang stabil dibandingkan lingkungan alami dan ketersediaan pangan yang melimpah. Karakter penyimpanan ini menguntungkan hama gudang, walaupun adakalanya terjadi kelangkaan sumber makanan. Serangga hama di penyimpanan, terutama hama-hama penting adalah serangga yang telah teradaptasi pada lingkungan penyimpanan dengan baik, karena: habitat penyimpanan merupakan reservoir alaminya, toleransinya yang tinggi terhadap faktor fisik di penyimpanan, keragaman perilaku makan pada berbagai bahan simpan, laju reproduksi yang tinggi, kemampuan yang tinggi dalam menemukan lokasi sumber makanan, kemampuan bertahan hidup dalam kondisi tanpa pangan, adaptasi morfologi yaitu ukuran kecil, bentuk pipih, dan gerakan cepat.

2.2 Sitophilus Oryzae
2.2.1 Penjelasan singkat sitophilus Oryzae
Serangga ini menyerang beras. Disebut kumbang beras atau bubuk beras. Tersebar diseluruh dunia di daerah tropis, sub-tropis dan iklim dingin. Tanaman inangnya: padi, jagung, sorghum, gandum dan semua jenis biji bijian baik yang masih dilapangan ataupun yang sudah disimpan si guadang.
            Sitophilus oryzae dikenal sebagai bubuk beras (rice weevil). Hama ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini termasuk berat, bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Hama Sitophilus oryzaebersifat polifag, selain merusak butiranberas, juga merusak simpanan jagung, padi, kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya.Akibat dari serangan hama ini, butir beras menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa lubang pada satu butir, akan menjadikan butiran beras yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas beras akan rusak sama sekali akibat serangan hama ini yang bercampur dengan air liur hama
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Kumbang Beras (Sitophilus oryzae) yaitu :
Kingdom Animalia,
Filum Arthropoda,
Kelas Insecta,
Ordo Coleoptera,
Famili Curculionidae,
GenusSitophilus, 
Spesies (Sitophilus oryzae) 
(Wikipedia, 2008 ).
2.2.3 Ciri Morfologi
Kumbang muda dan dewasa berwarna cokelat agak kemerahan, setelah tua warnanya berubah menjadi hitam. Terdapat 4 bercak berwarna kuningagak kemerahan pada sayap bagian depan, 2 bercak pada sayap sebelah kiri, dan 2 bercak pada sayap sebelah kanan. Panjang tubuh kumbang dewasa ± 3,5-5 mm, tergantung dari tempat hidup larvanya. Apabila kumbang hidup pada jagung, ukuran rata-rata ± 4,5 mm, sedang pada beras hanya ± 3,5 mm. larva kumbang tidak berkaki, berwarna putih atau jernih dan ketika bergerak akan membentuk dirinya dalam keadaan agak membulat. Pupa kumbang ini tampak seperti kumbang dewasa (Naynienay, 2008).
Kumbang betina dapat mencapai umur 3-5 bulan dan dapat menghasilkan telur sampai 300-400 butir. Telur diletakkan pada tiap butir beras yang telah dilubangi terlebih dahulu. Lubang gerekan biasanya dibut sedalam 1 mm dan telur yang dimasukkan ke dalam lubang tersebut dengan bantuan moncongnya adalah telur yang berbentuk lonjong. Stadia telur berlangsung selama ± 7 hari. Larva yng telah menetas akan langsung menggerek butiran beras yang menjadi tempat hidupnya. Selama beberap waktu, larva akan tetap berada di lubang gerekan, demikian pula imagonya juga akan berada di dalam lubang selama ± 5 hari. Siklus hidup hama ini sekitar 28-90 hari, tetapi umumnya selama ± 31 hari. Panjang pendeknya siklus hidup ham ini tergantung pada temperatur ruang simpan, kelembapan di ruang simpan, dan jenis produk yang diserang (Naynienay, 2008).
2.2.4 Gejala Serangan
Gejala serangan yang ditimbulkan mirip dengan gejala serangan Necrobia rufipestetapi liang gerekannya sempit dan bercabang-cabang. Kumbang betina meletakkan telur pada celah-celah atau di antara butiran-butiran bahan secara tersebar atau terpisah-pisah. Beberapa hari kemudian telur menetas dan larva segera merusak butiran atau bahan di sekitarnya. Panjang larva dewasa kira-kira dua kali panjang kumbangnya. Apabila akan menjadi kepompong, larva tersebut menempatkan diri pada lekuk-lekuk atau celah-celah bahan, dengan sedikit ikatan benang sutera pada bagian ujung abdomennya. Sering larva membuat semacam kokon yang tidak sempurna di sudut-sudut tempat simpanan atau bahan yang diserang. Selanjutnya, butiran beras yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas beras akan rusaksama sekali akibat serangan hama ini yang bercampur dengan air liur hama (Wordpress, 2008).
Sitophilus oryzae dikenal sebagai bubuk beras (rice weevil). Hama ini bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini termasuk berat, bahkan sering dianggap sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Hama (Sitophilus oryzae) bersifat polifag, selain merusak butiranberas, juga merusak simpanan jagung, padi, kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya. Akibat dari serangan hama ini, butir beras menjadi berlubang kecil-kecil, tetapi karena ada beberapa lubang pada satu butir, akan menjadikan butiran beras yang terserang menjadi mudah pecah dan remuk seperti tepung. Kualitas beras akan rusak sama sekali akibat serangan hama ini yang bercampur dengan air liur hama (Naynienay, 2008).

2.2.5 Pengendalian
Pengendalian serangga hama sitophilus oryzae dapat dilakukan dengan menggunakan Musuh alami hama ini antara lain Anisopteromalus calandrae How (parasit larva), semut merah dan semut hitam yang berperan sebagai predator dari larva dan telur hama. Selain itu, penjemuran produk simpanan pada terik matahari merupakan salah satu cara pengendalian yang baik, karena dengan adanya penjemuran ini hama Sitophilus oryzae dapat terbunuh, dengan pengaturan tempat penyimpanan yang baik yang di tunjang dengan fasilitas penyimpanan lainnya , dan dengan melakukan fumigasi terhadap produk yang disimpan (Matnawy H, 2001).
Pada dasarnya tahap pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yakni secara alami dan kimiawi. Secara umum pencegahan dan pengendalian hama gudang antara lain :
1. Menjaga kebersihan gudang
Hama gudang menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan karena ukurannya yang kecil, secara sekilas sering tidak terlihat. Oleh karena itu pengusaha atau produsen kacang hijau hendaknya senantiasa menjaga kebersihan gudang mulai dari sejak di gudang penggilingan hingga gudang penyimpanan. Untuk menjaga kebersihan gudang dapat dilakukan hal berikut:
-    Memasang lantai keramik
-    Gudang harus selalu dibersihkan tiap hari dengan cara disapu dan dipel
-    Pintu gudang harus selalu tertutup
-    Petugas gudang harus melepas alas kaki saat masuk.
2. Kemasan kedap udara
Semua makhluk hidup termasuk serangga memerlukan udara untuk aktivitas pernafasan. Oleh karena itu salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mendesain kemasan kacang hijau yang kedap udara.
3.  Menurunkan tingkat kadar air
Kadar air biji berkorelasi positif dengan ketahanan hidup.  Kadar air meningkat, kondisi lingkungan makin baik untuk serangga sehingga ketahanan hidupnya pun meningkat.  Sebaliknya, ketahanan hidup hama pascapanen menurun bila kadar air biji rendah.  
4. Meningkatkan derajat sosoh
Serangga hama gudang sangat menyukai zat-zat yang terdapat dalam bekatul atau tepung karena banyak mengandung lemak, protein dan vitamin.
5. Mencegah kutu datang
Pencegahan kutu datang juga dapat dilakukan dengan cara menggantungkan kantong-kantong berisi cabe merah kering atau daun jeruk purut.
Tahap Pengendalian Sitophilus Oryzae
Sebagian besar penduduk dunia saat ini mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama, yaitu sebagai bahan penghasil tenaga (karbohidrat). Gabah dari sawah kemudian diolah di penggilingan padi (rice mill) muncullah beras untuk siap dimasak menjadi nasi. Sitophilus sp. adalah merupakan hama yang paling banyak menyerang beras dalam simpanan, bahkan beras dalam kemasan pun setelah kita beli dari supermarket misalnya sering kita lihat ada beberapa ekor sejenis kutu. Kutu tersebut berwarna coklat kehitaman, bila kita pegang maka dia berpura-pura mati tapi setelah dibiarkan sesaat maka kutu tersebut aktif bergerak lagi, tidak menyukai area terang dan selalu mencari area yang gelap atau lebih gelap untuk berlindung.Komoditi beras merupakan komoditi primer, sehingga dalam penyimpanannya perlu diperhatikan sehingga serangan kutu tersebut dapat dikendalikan. Pada prinsipnya kerusakan komoditas dalam penyimpanan dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu bahan yang disimpan, gudang tempat penyimpanan, lingkungan sekitar gudang dan perlakuan untuk mempertahankan kualitas beras serta interaksi antara keempat faktor tersebut. Adapun faktor lingkungan yang diaksud adalah : kebersihan dan ketaraturan lingkungan penyimpanan, kelembaban ruangan (RH), kadar air dalam komoditi. Gudang yang kotor banyak lekukan atau sampah dapat dijadikan tempat bersembunyinya kutu beras Sitophilus sp.. Semakin lembab ruang penyimpanan semakin gampang terkena serangan kutu beras. Semakin tinggi kadar air semakin mudah terserang kutu beras. Kadar air ideal beras dalam impanan adalah <> Fumigasi dilakukan pada tumpukan beras/staple dengan menggunakan gas phosphin. Metil bromida yang cukup efektif saat ini sudah tidah boleh digunakan lagi untuk komoditi pangan.Kontrol atmosfer dapat menggunakan gas CO2 dan N2 dalam stapel yang disungkup. Kemasan hampa hanya dapat dilakukan untuk skala kecil, bila diaplikasikan pada skala besar maka biaya yang mungkin timbul akan tinggi sekali Agar pengendalian kutu beras hasilnya maksimal maka harus dikombinasikan dengan bebrapa cara pengendalian sekaligus. 
Dalam kehidupan bernegara pasti ada pasukan keamanan yang berfungsi menjaga wilayah dari serangan musuh. Tahap pencegahan oleh pasukan keamanan mutlak harus dilakukan jika tidak ingin musuh menyerang ke wilayahnya. Namun jika aktivitas pencegahan yang sudah optimal dilakukan belum juga menyurutkan niat lawan untuk menyerang maka jalan terakhir adalah dengan menghadapi lawan tersebut.
Sama seperti kasus diatas, jika tahap pencegahan serangan hama gudang sudah dilakukan tapi masih saja ada serangan maka jalan terakhir adalah mengendalikanhama gudang tersebut. Untuk pengendalian hama gudang secara alami, kita bisa menggunakan tanaman-tanaman yang berfungsi sebagai pestisida nabati, seperti daun dan biji srikaya atau juga biji saga. 
Memang diakui bahwa daya bunuh pestisida nabati ini tidak sehebat pestisida kimia tapi jika kita peduli terhadap keamanan dan kesehatan bahan pangan maka pestisida nabati ini bisa menjadi alternatif. Memang perlu ada penelitian lebih lanjut untuk skala produksi karena selama ini penelitian-penelitian tentang efektivitas pestisida nabati dalam mengendalikan hama gudang masih skala laboratorium.
            Seluruh cara pencegahan dan pengendalian diatas tidak akan efektif jika dikerjakan secara parsial. Oleh karena itu sebaiknya semua cara diatas dikombinasikan untuk memperoleh hasil yang optimal.
BAB III
PENUTUP

Kutu Beras (Sitophilus Oryzae) hidup dalam ruang lingkup yang terbatas, yakni hidup dalam bahan-bahan/ beras simpanan di gudang.
Kumbang beras (Sitophilus oryzae) dewasa berwarna coklat tua, dengan bentuk tubuh yang langsing dan agak pipih. Terdiri dari :
Capit, Antena, Alat Mulut, Mata Majemuk, Toraks, Tungkai Depan, Tungkai Tengah, Tungkai Belakang, Abdomen, Sayap.
Tahap Pencegahan dan Pengendalian Hama gudang :
1. Menjaga kebersihan gudang
2. Kemasan kedap udara
3.  Menurunkan tingkat kadar air
4. Meningkatkan derajat sosoh
5. Mencegah kutu datang.
Pengendalian Hama gudang Kutu Beras:
  1. Kelembaban tempat penyimpanan beras diusahakan kurang dari 8 %. Kumbang bubuk tak bisa hidup dengan kelembaban yang serendah itu. Caranya beras dijemur sampai kering betul sebelum disimpan.
  2. Beras dipanasi dalam temperatur 30-32o C selama 4 menit.
  3. Gudang Beras disemprot dengan malathion 12 ppm atau difumigasi, dengan methyil bromide 10g/m3 selama 24 jam.
  4. Beras disimpan dalam kantung plastik atau kaleng yang rapat.










DAFTAR  PUSTAKA

Pracaya, Ir. 1995. Hama dan Penyakit Tanaman. PENEBAR SWADAYA: Jakarta.
Natawigena, Hidayat. 1992. Dasar dasar Perlindungan Tanaman. Tron computers: Bandung
Annonim. 2008. Hama. Tersedia dalam:
Agriculture, 2005. Biologi Insecta (http : www.wikipedia. co. id/). Diakses padatanggal 30 Oktober 2010.
Naynienay, 2008. http://naynienay.wordpress.com/2008/01/28/tentang-hama-tumbuhan/. Di akses pada tanggal 30 Oktober 2010.
Istiningdyah.2009. laporan dasar dasar perlindungan tanaman. tersedia dalam:
Ridwan, Muhammad. .2009. laporan dasar dasar perlindungan tanaman. Tersedia
Annonim. 2010. Hama dan Pengendaliannya tersedia dalam:
Upiet. 2010. Hama Gudang. Tersedia dalam: http://phiets.wordpress.com/hama/.
Diakses pada tanggal 25 Okktober 2010.
Harahap, Leny Hartati, SP M.Si. Mengenal Lingkungan dan perkembangan hama.
POPT pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan
Annonim.2009. Pengendalian kutu beras. Tersedia dalam :
Annonim. Mengatasi Hama Gudang. Tersedia dalam :